Rabu, 12 September 2012

Makalah Sejarah Singkat Perkembangan Hadist


BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang

Al-Quran merupakan kalamullah yang diwahyukan Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui Jibril yang merupakan mukjizat dan apabila dibaca merupakan ibadah.
Hadits menurut bahasa merupakan jalan/amalan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW. Sedangkan menurut istilah hadits merupakan segala sesuatu yang baik, berupa perbuatan, ucapan, terapan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW.
Secara etimologis hadist bisa berarti:
a)      Baru, seperti kalimat: “Allah qadim mustahil hadist”
b)      Dekat, seperti: “Haditsul ahdi bil Islam”
c)      Khabar, seperti: “Falya’tul bi haditsin mitslihi”
Dalam tradisi hukum Islam, hadits berarti : Segala perkataan, perbuatan dan keizinan Nabi Muhammad SAW (Af’al, Aqwal, dan Taqrir). Pengertian hadits sebagaimana tersebut di atas adalah identik dengan sunnah, yang secara etimologis berarti jalan atau tradisi, sebagimana dalam Al-Quran: “Sunnata man qad arsalna” (al-Isra:77). Juga dapat berarti : UU atatu peraturan yang tetap berlaku, cara yang diadakan,  jalan yang telah dijalani. Akan tetapi dalam kebiasaan hukum Islam antara hadits dan sunnah tersebut hanyalah berbeda dalam segi penggunaannya saja, tidak dalam isi dan tujuannya.

B.            Rumusan Masalah
1.      Apakah yang dimaksud dengan As-Sunnah?
2.      Bagaimana sejarah perkembangan hadits?
  
BAB II
PEMBAHASAAN

A.     Pengertian As-Sunnah
As-Sunnah menurut istilah syari'at ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu alaihi wa sallam dalam bentuk qaul (ucapan), fi'il (perbuatan), taqrir (penetapan), sifat tubuh serta akhlak yang dimaksudkan dengannya sebagai tasyri (pensyariatan) bagi ummat Islam . Adapun hadits menurut bahasa ialah sesuatu yang baru. Secara istilah sama dengan As-Sunnah menurut Jumhur Ulama.

Ada ulama yang menerangkan makna asal secara bahasa bahwa : Sunnah itu untuk perbuatan dan taqrir, adapun hadits untuk ucapan. Akan tetapi ulama sudah banyak melupakan makna asal bahasa dan memakai istilah yang sudah lazim digunakan, yaitu bahwa As-Sunnah muradif (sinonim) dengan hadits.

As-Sunnah menurut istilah ulama ushul fiqih ialah segala sesuatu yang bersumber dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam selain dari Al-Qur'an, baik perbuatan, perkataan, taqrir (penetapan) yang baik untuk menjadi dalil bagi hukum syar'i.

Ulama ushul fiqih membahas dari segala yang disyari'atkan kepada manusia sebagai undang-undang kehidupan dan meletakkan kaidah-kaidah bagi perundang-undangan tersebut.

As-Sunnah menurut istilah ahli fiqih (fuqaha) ialah segala sesuatu yang sudah tetap dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan hukumnya tidak fardhu dan tidak wajib, yakni hukumnya sunnah.

As-Sunnah menurut ulama Salaf adalah petunjuk yang dilaksanakan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan para Shahabatnya, baik tentang ilmu, i'tiqaad (keyakinan), perkataan maupun perbuatannya. Contoh-contoh dari definisi Sunnah yang dibawakan oleh ahli hadits antara lain:
a)         Hadits qauli (Sunnah dalam bentuk ucapan) ialah segala ucapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang ada hubungannya dengan tasyri, sebagaimana sabda Nabi SAW:
"Di antara kebaikan Islam seseorang ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat baginya".

b)         Hadits fi'li (Sunnah yang berupa perbuatan) ialah segala perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam yang diberitakan oleh para Shahabatnya tentang wudhu, shalat, haji, dan selainnya. Contoh:
"Dari Utsman bin Affan bahwasanya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam (apabila berwudhu), beliau menyela-nyela jenggotnya".

c)          Hadits taqriri ialah segala perbuatan Shahabat yang diketahui oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan beliau membiarkannya (sebagai tanda setuju) dan tidak mengingkarinya. Contoh:
"Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda kepada Bilal setelah selesai shalat Shubuh, Wahai Bilal, kabarkanlah kepadaku sebaik-baik amalan yang telah engkau kerjakan dalam Islam, karena aku telah mendengar suara terompahmu di dekatku di Surga? Ia menjawab, Sebaik-baik amal yang aku kerjakan ialah, bahwa setiap kali aku berwudhu, siang atau malam mesti dengan wudhu itu aku shalat (sunnah) beberapa raka'at yang dapat aku laksanakan".
Atau kisah dua Shahabat yang melakukan safar, keduanya tidak menemukan air (untuk wudhu) sedangkan waktu shalat sudah tiba, lalu keduanya bertayamum dan mengerjakan shalat, kemudian setelah selesai shalat mereka menemukan air sedang waktu shalat masih ada, maka salah seorang dari keduanya mengulangi wudhu dan shalat, kemudian keduanya mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menceritakan kejadian itu. Lalu beliau bersabda kepada Shahabat yang tidak mengulangi shalatnya, 'Engkau telah berbuat sesuai dengan Sunnah'. Dan kepada yang lain (Shahabat yang mengulangi shalatnya), beliau bersabda, 'Engkau mendapatkan dua ganjaran.
Di antara makna Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah sebagaimana yang difahami oleh para Shahabat dan Salafush Shalih ridhwanullaah 'alaihim ajma'in adalah sebagai sumber kedua setelah Al-Qur'anul Karim sering kita menyebut Kitabullaah dan Sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, maksudnya adalah Sunnah sebagai sumber nilai tasyri. Al-Qur'an menyifatkan As-Sunnah dengan makna hikmah.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
"Artinya : Ya Rabb kami, utuslah kepada mereka seorang Rasul di antara mereka yang akan membacakan ayat-ayat-Mu kepada mereka dan mengajarkan Al-Kitab dan Al-Hikmah kepada mereka dan mensucikan mereka (dari kelakuan-kelakuan yang keji), sesungguhnya Engkau Mahamulia lagi Mahabijaksana".(Al-Baqarah: 129)
"Artinya : Sesungguhnya Allah telah memberi karunia bagi orang-orang yang beriman, ketika Dia mengutus di antara mereka seorang Rasul dari golongan mereka sendiri, yang membacakan ayat-ayatNya dan membersihkan mereka (dari sifat-sifat jahat), dan mengajarkan Al-Kitab (Al-Qur'an) dan Al-Hikmah (As-Sunnah). Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata".(Ali- Imran: 164)
"Artinya : ... Dan Allah telah menurunkan kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah dan mengajarkanmu apa-apa yang tidak kamu ketahui. Dan karunia Allah kepadamu amat besar".(An-Nisaa : 113)
"Artinya : Sebutlah apa-apa yang dibacakan dalam rumahmu dari ayat-ayat Allah dan hikmah, sesungguhnya Allah Mahalembut lagi Maha Mengetahui".(Al-Ahzaab: 34)
"Artinya : Dia-lah yang mengutus kepada ummat yang ummi seorang Rasul dari antara mereka yang membacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya. Yang membersihkan mereka dan mengajarkan kepada mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Sesungguhnya mereka sebelum itu dalam kesesatan yang nyata". (Al-Jumu'ah: 2)
Maksud penyebutan Al-Kitab pada ayat-ayat di atas adalah Al-Qur'an. Dan yang dimaksud dengan Al-Hikmah adalah As-Sunnah.
Imam asy-Syafi'i rahimahullah berkata, "Allah menyebut Al-Kitab, yang dimaksud adalah Al-Qur'an dan menyebut Al-Hikmah. Aku mendengar di negeriku dari para ahli ilmu yang mengerti Al-Qur'an berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah".
Qatadah rahimahullah berkata, "Yang dimaksud Al-Hikmah adalah As-Sunnah". Begitu pula penjelasan dari al-Hasan al-Bashri.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman.
"Artinya : Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul(Nya), dan ulil amri di antara kamu...".[An- Nisaa : 59]
Al-Hafizh Ibnu Katsir rahimahullah berkata, "Taat kepada Allah dengan mengikuti Kitab-Nya dan taat kepada Rasul adalah mengikuti dan As-Sunnah".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, "Banyak dari Salafush Shalih berkata bahwa Al-Hikmah adalah As-Sunnah". Karena sesungguhnya yang dibaca di rumah-rumah isteri Nabi Radhiyalahu anhuna selain Al-Qur-an adalah Sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda.
"Artinya : Ketahuilah, sesungguhnya aku diberikan Al-Kitab dan yang sepertinya bersamanya".
Hasan bin Athiyyah rahimahullah berkata, "Jibril Aalaihis sallam turun kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam membawa As-Sunnah sebagaimana Al-Qur'an. Mengajarkan As-Sunnah itu sebagaimana ia mengajarkan Al-Qur'an".
Dan lihat pula kitab-kitab tafsir yang menafsirkan ayat ini (QS. Al-Ahzaab: 34) dalam Tafsir Ibnu Katsir dan lainnya dari tafsir Al-Qur-an bil ma'tsur.
Para Salafush Shalih memberi makna As-Sunnah dengan agama dan syari'at yang dibawa oleh Rasul Shallallahu 'alaihi wa sallam secara mutlak dalam masalah ilmu dan amal, dan apa-apa yang diterima oleh para Shahabat, Tabi'in dan Salafush Shalih dalam bidang aqidah maupun furu'.
Abu Bakar Radhiyallahu 'anhu berkata, "Sunnah itu adalah tali Allah yang kuat".
Abdullah bin ad-Dailamy rahimahullah (dari pembesar Tabi'in) berkata, "Telah sampai kepadaku bahwa awal hilangnya agama ini adalah karena manusia meninggalkan As-Sunnah".
Imam al-Lalika-i membawakan penafsiran ayat.
"Artinya : Kemudian kami jadikan kamu di atas syari'at dari perintah, maka ikutilah..." .[Al-Jaatsiyah: 18]
"Yakni engkau berada di atas Sunnah".
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah berkata: "Sesungguhnya As-Sunnah itu adalah syari'at, yakni apa-apa yang disyari'atkan Allah Subhanahu wa Ta'ala dan RasulNya Shallallahu 'alaihi wa sallam dari agama (ini)".
As-Sunnah adalah yang dimaksud dengan hadits-hadits Nabi SAW yang shahih.


B.      Sejarah Singkat Perkembangan Hadits
Ø  Para ulama membagi perkembangan hadits itu kepada 7 periode yaitu: Masa wahyu dan pembentukan hukum ( pada Zaman Rasul : 13SH–11SH). Masa pembatasan riwayat ( masa khulafaur-rasyidin : 12-40 H ).
Ø  Masa pencarian hadits ( pada masa generasi tabi’in dan sahabat-sahabat muda:41H–akhir abad 1 H ).
Ø  Masa pembukuan hadits ( permulaan abad II H ).
Ø  Masa penyaringan dan seleksi ketat ( awal abad III H ) sampai selesai.
Ø  Masa penyusunan kitab-kitab koleksi ( awal abad IV H  sampai jatuhnya Baghdad pada tahun 656 H ).
Ø  Masa pembuatan kitab syarah hadits, kitab-kitab tahrij dan penyusunan kitab-kitab koleksi yang lebih umum ( 656 H dan seterusnya ).

Pada zaman Rasulullah al-Hadits belum pernah dituliskan sebab :
Ø  Nabi sendiri pernah melarangnya, kecuali bagi sahabat-sahabat tertentu yang diizinkan beliau sebagai catatan pribadi.
Ø  Rasulullah berada ditengah-tengah ummat Islam sehingga dirasa tidak sangat perlu untuk dituliskan pada waktu itu.
Ø  Kemampuan tulis baca di kalangan sahabat sangat terbatas.
Ø  Ummat Islam sedang dikonsentrasikan kepada Al-Qur’an.
Ø  Kesibukan-kesibukan ummat Islam yang luar biasa dalam menghadapi perjuangan da’wah yang sangat penting.

              Pada zaman-zaman berikutnya pun ternyata al-Hadits belum sempat dibukukan karena sebab-sebab tertentu. Baru pada zaman Umar bin Abdul Azis, khalifah ke-8 dari dinasti Bani Umayyah ( 99-101 H ) timbul inisiatif secara resmi untuk menulis dan membukukan hadits itu. Sebelumnya hadits-hadits itu hanya disampaikan melalui hafalan-hafalan para sahabat yang kebetulan hidup lama setelah Nabi wafat dan pada sa’at generasi tabi’in mencari hadits-hadits itu.
Diantara sahabat-sahabat itu ialah :
Abu Hurairah, meriwayatkan hadits sekitar 5374 buah. Abdullah bin Umar bin Khattab, meriwayatkan sekitar 2630 buah. Anas bin Malik, meriwayatkan sebanyak 2286 buah. Abdullah bin Abbas, meriwayatkan sebanyak 1160 buah. Aisyah Ummul Mu’minin, meriwayatkan sebanyak 2210 buah. Jabir bin Abdillah meriwayatkan sebanyak 1540 buah. Abu Sa’id al-Hudri meriwayatkan 1170 buah.
Kenapa kemudian Hadits Dikodifikasi.Kodifikasi Hadits itu justru dilatar belakangi oleh adanya usaha-usaha untuk membuat dan menyebarluaskan hadits-hadits palsu dikalangan ummat Islam, baik yang dibuat oleh ummat Islam sendiri karena maksud-maksud tertentu, maupun oleh orang-orang luar yang sengaja untuk menghancurkan Islam dari dalam. Dan sampai saat ini ternyata masih banyak hadits-hadits palsu itu bertebaran dalam beberapa literatur kaum Muslimin. Di samping itu tidak sedikit pula kesalahan-kesalahan yang berkembang dikalangan masyarakat Islam, berupa anggapan terhadap pepatah-pepatah dalam bahasa Arab yang dinilai mereka sebagai hadits. Walaupun ditinjau dari segi isi materinya tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip pokok ajaran Islam, tetapi kita tetap tidak boleh mengatakan bahwa sesuatu ucapan itu sebagai ucapan Rasulullah kalau memang bukan sabda Rasul. Sebab Sabda Rasulullah : ”Barangsiapa berdusta atas namaku maka siap-siap saja tempatnya dineraka“.

Alhamdulillah, berkat jasa-jasa dari ulama-ulama yang saleh, hadits-hadits itu kemudian sempat dibukukan dalam berbagai macam buku, serta diadakan seleksi-seleksi ketat oleh mereka sampai melahirkan satu disiplin ilmu tersendiri yang disebut Ilmu Musthalah Hadits. Walaupun usaha mereka belum dapat membendung seluruh usaha-usaha penyebaran hadits-hadits palsu dan lemah, namun mereka telah melahirkan norma-norma dan pedoman-pedoman khusus untuk mengadakan seleksi sebaik-baiknya yang dituangkan dalam ilmu musthalah
hadits tersebut.

Sehingga dengan pedoman itu ummat Islam sekarang pun dapat mengadakan seleksi-seleksi seperlunya. Nama-nama Ishak bin Rahawih, Imam Bukhari, Imam Muslim, ar-Rama at-Turmudzi, al-Madini, Ibnu Shalah dan banyak lagi ulama-ulama saleh lainnya adalah rentetan nama-nama yang besar jasanya dalam usaha penyelamatan hadits-hadits dari kepalsuan-kepalsuan sehingga lahirlah ilmu tersebut.

Tidak ada komentar: