BAB
I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hipospadia merupakan
kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana muara dari uretra
terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands
penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotumatau perineum. Semakin
ke proksimal defek uretra maka penis akan semakinmengalami pemendekan
dan membentuk kurvatur yang disebut’’chordee’’.
Pada abad pertama, ahli
bedah dari Yunani Heliodorus dan Antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan
untuk hipospadia. Dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus.
Selanjutnya cara ini diikuti olehGalen dan
Paulus dari Agentia pada tahun 200 dan tahun 400.
Duplay
memulai era modern pada bidang ini pada tahun 1874 denganmemperkenalkan
secara detail rekonstruksi uretra. Sekarang, lebih dari 200 teknik telah
dibuat dan sebagian besar merupakan
multi-stage reconstruction ; yang
terdiri dari first emergency stage untuk mengoreksi stenotic meatus jika diperlukan dan second stage untuk menghilangkan chordee dan recurvatum,kemudian pada third
stage yaitu urehtroplasty.
Beberapa masalah yang
berhubungan dengan teknik multi-stage yaitu membutuhkan operasi
yang multiple; sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis; sering
terjadi striktur atau fistel uretra; dan dari segi estetika dianggap kurang
baik. Pada tahun 1960, Hinderer memperkenalkan teknik one- stage repair untuk mengurangi komplikasi dari teknik
multi-stage repair . Cara inidianggap sebagai rekonstruksi uretra
yang ideal dari segi anatomi danfungsionalnya, dari segi estetik dianggap lebih
baik, komplikasi minimal, dan mengurangi
social cost.
B.
RUMUSAN MASALAH
1. Menjelaskan
pengertian hipospadia.
2. Menjelaskan
tanda dan gejala hipospadia.
3. Menjelaskan
penyebab hipospadia.
4. Menjelaskan
penetalaksanaan hipospadia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN
HIPOSPADIA
Hipospadia
berasal dari dua kata yaitu hypo yang berarti di bawah dan spadon yang berarti keratan yang
panjang..Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan dimana meatus uretra eksterna
berada di bagian permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari tempatnya
yang normal (ujung glanss penis) (Arif Mansjoer, 2000). Hipospadia adalah kelainan bawaan berupa
urethra yang terletak di bagian bawah dekat pangkal penis (Ngastiyah, 2005).
Berdasarkan dari dua definisi diatas, dapat
disimpulkan bahwa hipospadia adalah suatu kelainan bawaan sejak lahir dimana lubang
uretra terdapat di penis bagian bawah bukan diujung penis. Sebagaian besar anak
dengan kelainan hipospadia memiliki bentuk batang penis yang melengkung.
Biasanya di sekitar lubang kencing abnormal tersebut terbentuk jaringan ikat
(fibrosis) yang bersifat menarik dan mengerutkan kulit sekitarnya. Jika dilihat
dari samping, penis tampak melengkung seperti kipas (chordee, bahasa latin);
secara spesifik jaringan parut di sekitar muara saluran kencing kemudian
disebut chordee. Tidak setiap hipospadia memiliki chordee.
Seringkali anak laki-laki dengan hipospadia
juga memiliki kelainan berupa testis yang belum turun sampai kekantung
kemaluannya (undescended testis). Hipospadia merupakan kelainan bawaan yang
jarang ditemukan, dengan angka kekerapan 1 kasus hipospadia pada setiap 250-400
kelahiran bayi laki-laki hidup.
B. EPIDEMIOLOGI
Hipospadia terjadi kurang lebih pada 1 dari 250 kelahiran bayi laki-laki di
Amerika Serikat. Pada beberapa negara insiden hipospadia semakin meningkat.
Laporan saat ini, terdapat peningkatan kejadian hipospadia pada bayi laki-laki
yang lahir premature, kecil untuk usia kehamilan, dan bayi dengan berat badan
rendah. Hipospadia lebih sering terjadi pada kulit hitam daripada kulit putih,
dan pada keturunan Yahudi dan Italia.
C. ETIOLOGI
Hipospadia hasil dari fusi
yang tidak lengkap dari lipatan uretra terjadi pada usia kehamilan
pada minggu ke 8 dan ke 14. Diferensiasi seksual laki-laki pada umumnya
tergantung pada hormone testosteron, dihydrotestosteron, dan ekspresi reseptor
androgen oleh sel target. Gangguan dalam keseimbangansistem endokrin baik
faktor-faktor endogen atau eksogen dapat menyebabkanhipospadia. Indikasi untuk beberapa faktor risiko lain juga telah dilaporkan. Namun,
etiologi hipospadia masih belum diketahui. (Brouwers, 2006).
1.
Metabolisme Androgen
Diferensiasi seksual yang normal tergantung pada testosteron dan
metabolismenya bersamaan dengan kehadiran reseptor androgen fungsional.
Gangguan genetik dalam jalur metabolisme androgen dapat menyebabkan hipospadia.
Meskipun kelainan dalam metabolism androgen dapat menyebabkan hipospadia yang
berat, namun tidak dapat menjelaskan etiologi terjadinya hipospadia yang sedang
dan ringan. (Baskin, 2000)
2.
Gangguan Endokrin
Salah satu penyebab hipospadia disebabkan adanya kontaminasi lingkungan,
dimana dapat mengintervensi jalur androgen yang normal dandapat mengganggu
sinyal seluler. Hal ini dapat diketahui dari beberapa bahan yang sering
dikonsumsi oleh manusia yang banyak mengandung aktivitas ekstrogen, seperti
pada insektisida yang sering digunakan untuk tanaman, estrogen alami pada
tumbuhan, produk-produk plastik, dan produk farmasi. Selain itu, banyak bahan
logam yang digunakan untuk industry makanan, bagian dalamnya dilapisi oleh
bahan plastic yang mengandung substansi estrogen. Substansi estrogen juga dapat
ditemukan pada air laut dan air segar, namun jumlahnya hanya sedikit. Ketika
estrogen tersebut masuk ke dalam tubuh hewan, jumlah estrogen paling tinggi berada
pada puncak rantai makanan, seperti kain besar, burung, mamalia laut dan
manusia, sehingga menyebabkan kontaminasi estrogen yang cukup besar. Pada
beberapa spesies, kontaminasi estrogen dapat mempengaruhi fungsi reproduksi dan
kesehatan. Sebagai contoh, terjadi penipisan kulit telur karena pengaruh
estrogen. (Baskin, 2000)
3.
Faktor Genetik
Usia ibu saat melahirkan dapat menjadikan salah satu faktor resiko
terjadinya hipospadia. Sebuah langsung korelasi terlihat antara usia ibu yang
tua dapat meningkatkan kejadian hipospadia, dan lebih ditandai dengan bentuk
parah dari cacat lahir. (Fisch, 2001)
D. TANDA DAN GEJALA
a.
Glans penis bentuknya lebih
datar dan ada lekukan yang dangkal di bagian bawah penis yang menyerupai meatus
uretra eksternus.
b.
Preputium (kulup) tidak ada
dibagian bawah penis, menumpuk di bagian punggung penis.
c.
Adanya chordee, yaitu
jaringan fibrosa yang mengelilingi meatus dan membentang hingga ke glans penis,
teraba lebih keras dari jaringan sekitar.
d.
Kulit penis bagian bawah
sangat tipis.
e.
Tunika dartos, fasia Buch
dan korpus spongiosum tidak ada.
f.
Dapat timbul tanpa chordee,
bila letak meatus pada dasar dari glans penis.
g.
Chordee dapat timbul tanpa
hipospadia sehingga penis menjadi bengkok.
h.
Sering disertai undescended
testis (testis tidak turun ke kantung skrotum).
i.
Kadang disertai kelainan
kongenital pada ginjal.
E. DIAGNOSIS
Ketika pasien pertama kali datang,
pertanyaan dibuat mengenai riwayat obat-obatan diawal kehamilan, riwayat
keluarga, arah dan kekuatan cairan kemih dan adanya penyemprotan pada saat buang
air kecil. Pemeriksaan fisik meliputi kesehatan umum dan perkembangan
pertumbuhan dengan perhatian khusus pada system saluran kemih seperti
pembesaran salah satu atau kedua ginjal dan amati adanya cacat lahir lainnya.
Khas pada hipospadia adalah maetus uretra pada bagian ventral dan perselubungan
pada daerah dorsal serta terdapat defisiensi kulit preputium, dengan atau tanpa
chordee dan hipospadia berat berupa suatu skrotum bifida. Ukuran meatus uretra
dan kualitas dinding uretra (corpus spongiosum) pada proksimal meatus juga
berbeda. Derajat hipospadia sering digambarkan sesuai dengan posisi meatus
uretra dalam kaitannya dengan penis dan skrotum. Ini harus dilakukan dengan
hati-hati untuk kemungkinan timbul keraguan karena dengan adanya Chordee yang signifikan.
Sebuah meatus yang berada di wilayah
subcoronal mungkin sebenarnya juga snagat dekat dengan persimpangan penoscrotal
dank arena itu setelah koreksi chordee, meatus akan surut ke daerah proksimal
batang penis memerlukan rekonstruksi uretra yang luas. Sebaliknya, meatus yang
terletak di wilayah subcoronal dalam ketiadaan chordeecocok dengan hipospadia
ringan. Oleh karna itu, karena kehadiran chordee yang signifikan, posisi meatus
uretra harus dijelaskan dalam kaitannya dengan persimpangan penoscrotal dan
korona. Tingkat chordee dapat secara akurat dinilai dengan induksi ereksi
dengan mengompresi kavernosum terhadap rami pubis. Kehadiran satu atau kedua
testis di skrotum harus dicatat. Pada sebagian besar kasus, pasien dengan
testis hipospadia ringan sampai sedang dan kedua testis yang dapat turun secara
genotif adalah laki-laki normal. Namun dalam kasus hipospadia yang berat
terutama bila dikaiatkan dengan testis yang tidak turun baik unilateral atau
bilateral, muncul pertanyaan tentang interseks. (Man, 1958).
Bebrapa pemeriksaan penunjang yang dapat
dilakukan yaitu urethtroscopy dan cytosocopy untuk memasatikan organ-organ
seksinternal terbentuk secara normal. Excretory urography dilakukan untuk
mendeteksi ada tidaknya abnormalitas congenital pada ginjal dan ureter. (Cafici, 2002).
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan
hipospadia adalah dengan jalan pembedahan. Tujuan prosedur
pembedahan pada hipospadia adalah:
1.
Membuat penis yang lurus
dengan memperbaiki chordee.
2.
Membentuk uretra dan
meatusnya yang bermuara pada ujung penis(Uretroplasti).
3. Untuk mengembalikan
aspek normal dari genitalia eksterna (kosmetik).Pembedahan
dilakukan berdasarkan keadaan malformasinya. Padahipospadia glanular uretra
distal ada yang tidak terbentuk, biasanya tanpa recurvatum,
bentuk seperti ini dapat direkonstruksi dengan flap lokal (misalnya,
prosedur Santanelli, Flip flap, MAGPI [meatal advance and glanulo plasty],
termasuk preputium plasty).
Operasi sebaiknya dilaksanakan pada
saat usia anak yaitu enam bulansampai usia prasekolah. Hal ini dimaksudkan
bahwa pada usia ini anak diharapkan belum sadar bahwa ia begitu spesial,
dan berbeda dengan teman-temannya yang lain yaitu dimana anak
yang lain biasanya miksi (buang air seni) dengan
berdiri sedangkan ia sendiri harus melakukannya dengan
jongkok agar
urin tidak merembes ke
mana-mana. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu
dikhitan, hal ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan
mengambil kulit preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra
yang tidak menyatu pada penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi antara lain:
1. Meluruskan
penis yaitu orifisium dan canalis uretra senormal mungkin.Hal ini dikarenakan
pada penderita hipospadia biasanya terdapat suatuchorda yang merupakan jaringan
fibrosa yang mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya
adalah mobilisasi (memotong dan
memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
2. (Uretroplasty).
Tahap kedua ini dilaksanakan apabila tidak terbentuk fossa naficularis
pada glans penis. Uretroplasty yaitu membuat fassanaficularis baru pada glans
penis yang nantinya akan dihubungkan dengan canalis uretra yang telah
terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Tidak kalah pentingnya pada penanganan
penderita hipospadia adalah penanganan pascabedah dimana canalis uretra
belum maksimal dapat digunakan untuk lewat urin karena biasanya
dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis
uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan
melalui sonde yang dimasukkan pada vesica urinaria (kandungkemih) melalui
lubang lain yang dibuat olleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Hipospadia
merupakan kelainan kongenital yang disebabkan oleh faktor lingkungan,
genetika dan ketidakseimbangan hormon.
2. Dalam
penatalaksanaannya hipospadia perlu dilakukan pembedahandengan tujuan:
a.
Membuat penis yang lurus
dengan memperbaiki chordee.
b.
Membentuk
uretra dan meatusnya yang bermuara pada ujung penis (Uretroplasti).
c.
Untuk mengembalikan aspek
normal dari genitalia eksterna(kosmetik).
B. SARAN
Untuk mencegah terjadinya
hipospadia pada neonatus dari segi faktor lingkungan pada saat ibu hamil,
sebaiknya ibu menghindari atau meminimalisasi paparan
polutan dan zat yang bersifat teratogenik yang dapat mengakibatkan mutasi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar