Minggu, 07 April 2013

MAKALAH "IUFD"


BAB I
PENDAHULUAN

A.   LATAR BELAKANG

Kehamilan merupakan suatu kejadian yang selalu ditunggu-tunggu oleh pasangan suami-istri. Saat ini, pada umumnya seorang ibu sudah mengerti bagaimana seharusnya ia lebih menjaga kondisi tubuh demi kelancaran kehamilan dan perkembangan janin dalam kandungannya. Meskipun demikian, hal-hal yang dapat mengganggu proses kehamilan masih saja tidak dapat dihindari. Salah satunya adalah kematian janin dalam rahim.
Ada banyak faktor yang dapat menyebabkan kematian janin dalam rahim. Di Negara maju dengan sistem kesehatan yang telah mapan, kematian akibat kelainnan congenital merupakan kasus yang menonjol, sedangkan dinegara yang sedang berkembang ada banyak factor penyebab yang menonjol seperti infeksi, asuhan antenatal yang tidak prima, status ekonomi yang rendah, dan masih banyak lagi yang lainnya.(4)
Defenisi kematian janin menurut World Health Organization (WHO) dan American College of Obtetricians and Gynecologists telah merekomendasikan bahwa kematian janin adalah kematian pada usia kehamilan 22 minggu atau lebih dan berat janin 500 gram atau lebih. Sedangkan menurut WHO Expert Committee on the Prevention of Perinatal Morbidity and Mortality ( 19709 ) menganjurkan agar dalam perhitungan statistik yang dianamakan kematian janin ialah kematian janin yang pada waktu lahir berat badannya di atas 1000 gram.(3)



    B.   RUMUSAN MASALAH

1.    Apakah yang dimaksud dengan IUFD?
2.    Apakah penyebab terjadinya IUFD?
3.    Apakah sajakah factor yang mempengaruhi terjadinya IUFD?
4.    Bagaimanakah cara mendiagnosis IUFD?
5.    Apakah komplikasi yang dapat timbul dari IUFD?
6.    Apa sajakah pemeriksaan penunjang dari IUFD?
7.    Bagaimanakah penanganan IUFD?

   C.   TUJUAN PENULISAN

1.    Untuk mengetahui pengertian IUFD
2.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya IUFD
3.    Untuk mengetahui factor yang mempengaruhi terjadinya IUFD
4.    Untuk mengetahui cara mendiagnosis IUFD
5.    Untuk mengetahui komplikasi yang ditimbulkan IUFD
6.    Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari IUFD
7.    Untuk mengetahui penanganan IUFD




BAB II
PEMBAHASAN

A.   DEFENISI

Kematian janin dalam kandungan adalah kematian janin ketika masing-masing berada dalam rahim yang beratnya 500 gram dan usia kehamilan 20 minggu atau lebih (Achadiat, 2004). (4)
Kematian janin dalam kandungan adalah kematian hasil konsepsi sebelum dikeluarkan dengan sempurna dari ibunya tanpa memandang tuanya kehamilan. Kematian dinilai dengan fakta bahwa sesudah dipisahkan dari ibunya janin tidak bernafas atau tidak menunjukkan tanda-tanda kehidupan, seperti denyut jantung, pulsasi tali pusat, atau kontraksi otot (Monintja, 2005) Sedangkan menurut WHO, kematian janin adalah kematian janin pada waktu lahir dengan berat badan <1000 gram.
Menurut Wiknjosastro (2005) dalam buku Ilmu Kebidanan, kematian janin dapat dibagi dalam 4 golongan yaitu :
      1.    Golongan I : Kematian sebelum masa kehamilan mencapai 20 minggu penuh.
      2.    Golongan II : Kematian sesudah ibu hamil 20 hingga 28 minggu.
      3.    Golongan III : Kematian sesudah masa kehamilan lebih 28 minggu (late foetal death)
      4.    Golongan IV : Kematian yang tidak dapat digolongkan pada ketiga golongan di atas.(5)

B.   ETIOLOGI

Lebih dari 50% kasus,  etiologi kematian janin dalam kandungan tidak ditemukan  atau belum diketahui penyebabnya dengan pasti. Beberapa penyebab yang  bisa mengakibatkan kematian janin dalam kandungan, antara lain.
     1.    Perdarahan : plasenta previa dan solusio plasenta.   
     2.    Preeklampsi dan eklampsia
     3.    Penyakit-penyakit kelainan darah.
     4.    Penyakit infeksi dan penyakit menular
     5.    Penyakit saluran kencing
     6.    Penyakit endokrin: diabetes melitus
     7.    Malnutrisi  (1)


C.   FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematian Janin Dalam Kandungan:
1.    Faktor Ibu 
a.    Umur
Bertambahnya usia ibu, maka terjadi juga perubahan perkembangan dari organ-organ tubuh terutama organ reproduksi dan perubahan emosi atau kejiwaan seorang ibu. Hal ini dapat mempengaruhi kehamilan yang tidak secara langsung  dapat mempengaruhi kehidupan janin dalam rahim. Usia reproduksi yang baik untuk seorang ibu hamil adalah usia 20-30 tahun (Wiknjosastro, 2005).
Pada umur ibu yang masih muda organ-organ reproduksi dan emosi belum cukup matang, hal ini disebabkan adanya kemunduran organ reproduksi secara umum (Wiknjosastro, 2005).
b.    Paritas 
Paritas yang baik adalah 2-3 anak, merupakan paritas yang aman terhadap ancaman mortalitas dan morbiditas baik pada ibu maupun pada janin. Ibu hamil yang telah melahirkan lebih dari 5 kali atau grandemultipara, mempunyai risiko tinggi dalam kehamilan seperti hipertensi, plasenta previa, dan lain-lain yang akan dapat mengakibatkan kematian janin (Saifuddin, 2002).
c.    Pemeriksaan Antenatal
Setiap wanita hamil menghadapi risiko komplikasi yang mengancam jiwa, oleh karena itu, setiap wanita hamil memerlukan sedikitnya 4 kali kunjungan selama periode antenatal.
1)    Satu kali kunjungan selama trimester pertama (umur kehamilan 1-3 bulan)
2)    Satu kali kunjungan selama  trimester kedua (umur kehamilan 4-6 bulan).
3)    Dua kali kunjungan selama trimester ketiga (umur kehamilan 7-9 bulan).
Pemeriksaan antenatal yang teratur dan sedini mungkin  pada seorang wanita hamil penting sekali sehingga kelainan-kelainan yang mungkin terdapat pada ibu hamil dapat diobati dan ditangani dengan segera.
Pemeriksaan antenatal yang baik minimal 4 kali selama kehamilan dapat mencegah terjadinya kematian janin dalam kandungan berguna untuk mengetahui pertumbuhan dan  perkembangan dalam rahim, hal ini dapat dilihat melalui tinggi fungus uteri dan terdengar  atau tidaknya denyut jantung janin (Saifuddin, 2002).
d.    Penyulit / Penyakit
1)    Anemia
Hasil konsepsi seperti janin, plasenta dan darah membutuhkan zat besi dalam jumlah besar untuk pembuatan butir-butir darah pertumbuhannya, yaitu sebanyak berat zat besi. Jumlah ini merupakan 1/10 dari seluruh zat besi dalam tubuh. Terjadinya anemia dalam kehamilan bergantung dari jumlah persediaan zat besi dalam hati, limpa dan sumsum tulang.
Selama masih mempunyai cukup persediaan zat besi, Hb tidak akan  turun dan bila persediaan ini habis, Hb akan turun. Ini terjadi pada bulan kelima  sampai bulan keenam kehamilan, pada waktu janin membutuhkan banyak zat besi. Bila terjadi anemia, pengaruhnya terhadap hasil konsepsi salah satunya adalah kematian janin dalam kandungan (Mochtar, 2004).
Menurut Manuaba (2003), pemeriksaan dan pengawasan Hb dapat dilakukan dengan menggunakan alat sahli, dapat digolongkan sebagai berikut :
a)    Normal  : 11 gr%
b)    Anemia ringan  : 9-10 gr%
c)    Anemia sedang  : 7-8 gr%
d)    Anemia berat  : <7 gr%.
2)    Pre-eklampsi dan eklampsi
Pada pre-eklampsi terjadi spasme  pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasme, maka tekanan darah akan naik, sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan  tekanan perifer agar oksigen jaringan dapat dicukupi. Maka aliran darah menurun ke plasenta dan menyebabkan gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin (Mochtar, 2004).
3)    Solusio plasenta 
Solusio plasenta adalah suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal terlepas dari perlekatannya sebelum janin lahir. Solusio plasenta dapat  terjadi akibat turunnya darah secara tiba-tiba oleh spasme dari arteri yang menuju ke ruang intervirale maka terjadilah anoksemia dari jaringan bagian distalnya. Sebelum ini terjadi nekrotis, spasme hilang darah kembali mengalir ke dalam intervilli, namun pembuluh darah distal tadi sudah demikian rapuh, mudah pecah terjadinya hematoma yang lambat laun melepaskan plasenta dari rahim. Sehingga aliran darah ke janin melalui plasenta tidak ada dan terjadilah kematian janin (Wiknjosastro, 2005).
4)    Diabetes Mellitus
Penyakit diabetes melitus merupakan penyakit keturunan dengan ciri-ciri kekurangan atau tidak terbentuknya insulin, akibat kadar gula dalam darah yang tinggi dan mempengaruhi metabolisme tubuh secara menyeluruh dan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan  janin. Umumnya wanita penderita diabetes melarikan bayi yang besar (makrosomia). Makrosomia dapat terjadi karena glukosa dalam aliran darahnya, pancreas yang menghasilkan lebih banyak insulin untuk menanggulangi kadar gula yang tinggi. Glukosa berubah menjadi lemak dan bayi menjadi besar. Bayi besar atau makrosomia menimbulkan masalah sewaktu melahirkan dan kadang-kadang mati sebelum lahir (Stridje, 2000).
5)    Rhesus Iso-Imunisasi 
Jika orang berdarah rhesus negatif diberi darah rhesus positif, maka antigen rhesus akan membuat penerima darah membentuk antibodi antirhesus.  Jika transfusi darah rhesus positif yang kedua  diberikan, maka antibodi mencari dan menempel pada sel darah rhesus negatif dan memecahnya sehingga terjadi anemia ini disebut rhesus iso-imunisasi. Hal ini dapat terjadi begitu saja di awal kehamilan, tetapi perlahan- lahan  sesuai perkembangan kehamilan. Dalam aliran darah, antibodi antihresus bertemu dengan sel darah merah rhesus positif normal dan menyelimuti sehingga pecah melepaskan zat bernama bilirubin, yang menumpuk dalam darah, dan sebagian dieklaurkan ke kantong ketuban bersama urine bayi. Jika banyak sel darah merah yang hancur maka bayi menjadi anemia sampai akhirnya mati (Llewelyn, 2005).
6)     Infeksi dalam kehamilan
Kehamilan tidak mengubah daya tahan tubuh seorang ibu terhadap infeksi, namun keparahan setiap infeksi berhubungan dengan efeknya terhadap janin. Infeksi mempunyai efek langsung dan tidak langsung pada janin. Efek tidak langsung timbul karena mengurangi oksigen darah ke plasenta. Efek langsung tergantung pada kemampuan organisme penyebab menembus plasenta dan menginfeksi janin, sehingga dapat mengakibatkan kematian janin in utero (Llewellyn, 2001).
7)    Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini merupakan  penyebab terbesar persalinan prematur dan kematian janin dalam kandungan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan, dan ditunggu satu  jam belum dimulainya tanda persalinan. Kejadian ketuban pecah dini mendekati 10% semua persalinan. Pada umur kehamilan  kurang dari 34 mninggu, kejadiannya sekitar 4%. 
Ketuban pecah dini menyebabkan hubungan langsung antara dunia luar dan ruangan dalam  rahim, sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Salah satu fungsi selaput ketuban adalah melindungi atau menjadi pembatas dunia luar dan ruangan dalam rahim sehingga mengurangi kemungkinan infeksi. Makin lama periode laten, makin besar kemungkinan infeksi dalam rahim, persalinan prematuritas dan selanjutnya meningkatkan kejadian kesakitan dan kematian ibu dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2003).
8)    Letak lintang 
Letak lintang adalah suatu keadaan dimana janin melintang di dalam uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi yang lain. Pada letak lintang dengan ukuran panggul normal dan cukup bulan, tidak dapat terjadi persalinan spontan. Bila persalinan dibiarkan tanpa pertolongan, akan menyebabkan kematian janin. Bahu masuk ke dalam panggul sehingga rongga panggul seluruhnya terisi bahu dan bagian-bagian tubuh lainnya. Janin tidak dapat turun lebih lanjut dan terjepit dalam rongga panggul. Dalam usaha untuk mengeluarkan janin, segmen bawah uterus melebar serta menipis, sehingga batas antara dua bagian ini makin lama makin tinggi dan terjadi lingkaran retraksi patologik sehingga dapat mengakibatkan kematian janin (Wiknjosastro, 2005). (4)

        2.    Faktor Janin
a.    Kelainan congenital
Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi yang timbul sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya kematian janin dalam kandungan, atau lahir mati. Bayi dengan kelainan kongenital, umumnya akan dilahirkan sebagai bayi berat lahir rendah bahkan sering pula sebagai bayi kecil untuk masa kehamilannya. 
Dilihat dari bentuk morfologik, kelainan kongenital dapat berbentuk suatu deformitas atau bentuk malformitas. Suatu kelainan kongenital yang berbentuk deformitas secara anatomik mungkin susunannya masih sama tetapi bentuknya yang akan tidak normal. Kejadian ini umumnya erat hubungannya dengan faktor penyebab mekanik atau pada kejadian oligohidramnion. Sedangkan bentuk kelainan kongenital malformitas, susunan anatomik maupun bentuknya akan berubah.
Kelainan kongenital dapat dikenali melalui pemeriksaan ultrasonografi, pemeriksaan air ketuban, dan darah janin (Kadri, 2005).
b.    Infeksi intranatal
Infeksi melalui cara ini lebih sering terjadi daripada cara yang lain. Kuman dari vagina naik dan masuk ke dalam rongga amnion setelah ketuban pecah. Ketuban pecah dini mempunyai peranan penting dalam timbulnya plasentitis dan  amnionitis. Infeksi dapat pula terjadi walaupun ketuban masih utuh,  misalnya pada partus lama dan seringkali dilakukan pemeriksaan vaginal. Janin kena infeksi karena menginhalasi  likuor yang septik, sehingga terjadi pneumonia kongenital atau karena kuman-kuman yang memasuki peredaran darahnya dan menyebabkan septicemia. Infeksi intranatal dapat juga terjadi dengan jalan kontak langsung dengan kuman yang terdapat dalam vagina, misalnya blenorea dan oral thrush  (Monintja, 2006). 


c.    Kelainan Tali Pusat
Tali pusat sangat penting artinya sehingga janin bebas bergerak dalam cairan amnion, sehingga pertumbuhan dan perkembangannya berjalan dengan baik. Pada umumnya tali pusat mempunyai panjang sekitar 55 cm.
Tali pusat yang terlalu panjang dapat menimbulkan lilitan pada leher, sehingga mengganggu aliran darah ke janin dan menimbulkan asfiksia sampai kematian janin dalam kandungan. 
1)    Kelainan insersi tali pusat
Insersi tali pusat pada umumnya parasentral atau sentral. Dalam keadaan tertentu terjadi  insersi tali pusat plasenta battledore dan insersi velamentosa. Bahaya insersi velamentosa bila terjadi vasa previa, yaitu pembuluh darahnya melintasi kanalis servikalis, sehingga saat ketuban pecah pembuluh darah yang berasal dari janin ikut pecah. Kematian janin akibat pecahnya vase previa mencapai 60%-70% terutama bila pembukaan masih kecil karena kesempatan seksio sesaria terbatas dengan waktu (Wiknjosastro, 2005).
2)    Simpul tali pusat
Pernah ditemui kasus kematian janin dalam rahim akibat terjadi peluntiran pembuluh darah umblikalis, karena selei Whartonnya sangat tipis. Peluntiran pembuluh darah tersebut menghentikan aliran darah ke janin sehingga terjadi kematian janin dalam rahim. Gerakan janin yang begitu aktif  dapat menimbulkan simpul sejati sering juga dijumpai (Manuaba, 2002). 
3)    Lilitan tali pusat
Gerakan janin dalam rahim yang aktif pada tali pusat yang panjang besar kemungkinan dapat terjadi lilitan tali pusat. Lilitan tali pusat pada leher sangat berbahaya, apalagi bila terjadi lilitan beberapa kali. Tali pusat yang panjang berbahaya karena dapat menyebabkan  tali pusat menumbung, atau tali pusat terkemuka. Dapat diperkirakan bahwa makin masuk kepala janin ke dasar panggul, makin erat lilitan tali pusat dan  makin terganggu aliran darah menuju dan dari janin sehingga dapat menyebabkan kematian janin dalam kandungan (Wiknjosastro, 2005). (5)

D.   DIAGNOSIS

      1.    Anamnesis
a.    Ibu tidak merasakan gerakan janin dalam beberapa hari, atau gerakan janin sangat berkurang.
b.    Ibu merasakan perutnya tidak bertambah besar, bahkan bertambah kecil atau kehamilan tidak seperti biasa.
c.    Ibu merasakan belakangan ini perutnya sering menjadi keras dan
merasa sakit-sakit seperti mau melahirkan. 
     2.    Inspeksi 
Tidak kelihatan gerakan-gerakan janin, yang biasanya dapat terlihat terutama pada ibu yang kurus.
     3.    Palpasi
a.    Tinggi fundus lebih rendah dari seharusnya tua kehamilan, tidak teraba gerakan-gerakan janin.
b.    Dengan palpasi yang teliti, dapat dirasakan adanya krepitasi pada
tulang kepala janin.


       4.    Auskultasi
Baik memakai stetoskop, monoral maupun dengan doptone tidak terdengar denyut jantung janin (DJJ)
       5.    Reaksi kehamilan
Reaksi kehamilan baru negatif setelah beberapa minggu janin mati dalam kandungan. (1)

E.   KOMPLIKASI

1.    Trauma emosional yangg cukup berat terjadi bila waktu antara kematia janin & persalinan cukup lama
2.    Dapat terjadi infeksi bila ketuban pecah
3.    Dapat terjadi koagulasi bila kematian janin berlangsung lebih dari 2 minggu.
4.    Kematian janin dalam kandungan 3-4 minggu, biasanya tidak membahayakan ibu. Setelah lewat 4 minggu maka kemungkinan terjadinya kelainan darah (hipofibrinogenemia) akan lebih besar. Kematian janin akan menyebabkan desidua plasenta menjadi rusak menghasilkan tromboplastin masuk kedalam peredaran darah ibu, pembekuan intravaskuler yang dimulai dari endotel pembuluh darah oleh trombosit terjadilah pembekuan darah yang meluas menjadi Disseminated intravascular coagulation hipofibrinogenemia (kadar fibrinogen  < 100 mg%).
Kadar normal fibrinogen pada wanita hamil adalah 300-700 mg%. Akibat kekurangan fibrinogen maka dapat terjadi hemoragik postpartum. Partus biasanya berlangsung 2-3 minggu setelah janin mati. (2)



F.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
 
         1.    Ultrasonografi
Tidak ditemukan DJJ (Denyut Jantung Janin) maupun gerakan janin, seringkali tulang-tulang letaknya tidak teratur, khususnya tulang tengkorak sering dijumpai overlapping cairan ketuban berkurang.
a)  Rontgen foto abdomen
b)  Tanda Spalding
         Tanda Spalding menunjukkan adanya tulang tengkorak yang saling tumpang tindih  (overlapping) karena otak bayi yang sudah mencair, hal ini terjadi setelah bayi meninggal beberapa hari dalam kandungan.
c)  Tanda Nojosk
        Tanda ini menunjukkan tulang belakang janin yang saling melenting (hiperpleksi).
d)  Tampak gambaran gas pada jantung dan pembuluh darah.
e)  Tampak udema di sekitar tulang kepala(3)
2.    Pemeriksaan darah lengkap, jika  dimungkinkan kadar fibrinogen (Achadiat 2004). (5)

G.   PENANGANAN KEMATIAN JANIN DALAM KANDUNGAN 

1.    Terapi
a.    Selama menunggu diagnosa pasti, ibu akan mengalami syok dan ketakutan memikirkan bahwa bayinya telah meninggal. Pada tahap ini bidan berperan sebagai motivator untuk meningkatkan kesiapan mental ibu dalam menerima segala kemungkinan yang ada.
b.    Diagnosa pasti dapat ditegakkan dengan berkolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan melalui hasil USG dan rongen foto abdomen, maka bidan seharusnya melakukan rujukan.
c.    Menunggu persalinan spontan biasanya aman, tetapi penelitian oleh Radestad et al (1996) memperlihatkan bahwa dianjurkan untuk menginduksi sesegera mungkin setelah diagnosis kematian in utero. Mereka menemukan hubungan kuat antara menunggu lebih dari 24 jam sebelum permulaan persalinan dengan gejala kecemasan. Maka sering dilakukan terminasi kehamilan.

         1)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus tidak lebih dari 12 minggu kehamilan.

a)    Persiapan:
(1)  Keadaan memungkinkan yaitu Hb > 10 gr%, tekanan darah baik.
(2)  Dilakukan pemeriksaan laboratorium, yaitu:pemeriksaan trombosit, fibrinogen, waktu pembekuan, waktu perdarahan, dan waktu protombin.

b)    Tindakan:
(1)  Kuretasi vakum
(2)  Kuretase tajam
(3)  Dilatasi dan kuretasi tajam

          2)    Pengakhiran kehamilan  jika ukuran uterus lebih dari 12 minggu sampai 20 minggu 

a)    Misoprostol 200mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya.
c)    Kombinasi pematangan batang laminaria dengan misoprostol atau pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
Catatan: dilakukan kuretase bila masih terdapat jaringan.

           3)    Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 20 – 28 minggu

a)    Misoprostol 100 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan batang laminaria selama 12 jam.
c)    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit.
d)    Kombinasi cara pertama dan ketiga untuk janin hidup maupun janin mati.
e)    Kombinasi cara kedua dan ketiga untuk janin mati.
Catatan: dilakukakan histerotomi bila upaya melairkan pervaginam dianggap tidak berhasil atau atas indikasi ibu, dengan sepengetahuan konsulen.

          4)     Pengakhiran kehamilan  jika lebih dari 28 minggu kehamilan

a)    Misoprostol 50 mg intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah pemberian pertama.
b)    Pemasangan metrolisa 100 cc 12 jam sebelum induksi untuk pematangan serviks (tidak efektif bila dilakukan pada KPD).
c)    Pemberian tetes oksitosin 5 IU dalam dekstrose 5% mulai 20 tetes per menit sampai maksimal 60 tetes untuk primi dan multigravida, 40 tetes untuk grande multigravida sebanyak 2 labu.
d)    Kombinasi ketiga cara diatas.
Catatan: dilakukan SC bila upaya melahirkan pervaginam tidak berhasil, atau bila didapatkan indikasi ibu maupun janin untuk menyelesaikan persalinan.

2.    Periksa Ulangan (Follow Up)

Dilakukan kunjungan rumah pada hari ke 2, 6, 14, atau 40 hari. Dilakukan pemeriksaan nifas seperti biasa. Mengkaji ulang tentang keadaan psikologis, keadaan laktasi (penghentian ASI), dan penggunaan alat kontrasepsi.


BAB III
PENUTUP

·         SIMPULAN

Intra Uterin Fetal Death (IUFD), yakni kematian yang terjadi saat usia kehamilan lebih dari 20 minggu atau pada trimester kedua dan atau yang beratnya 500 gram. pendapat lain yang mengatakan kematian janin dalam kehamilan adalah kematian janin dalam kehamilan sebelum proses persalinan berlangsung pada usia kehamilan 28 minggu ke atas atau berat janin 1000 gram ke atas. Adapun beberapa factor penyebab terjadinya IUFD adalah factor dari ibu yaitu : umur, paritas, dan penyakit penyerta selama kehamilan, sedangkan dari janin yaitu: kelainan congenital dan infeksi intranatal, serta dari plasenta. Penanganan kematian janin dalam kandungan terdapat 2 macam yaitu : penanganan aktif serta penanganan pasif. (3)
·         SARAN
Sebenarnya faktor resiko dan komplikasi IUFD dapat dicegah apabila ibu hamil secara rutin memeriksakan kehamilannya pada dokter ataupun ketempat pelayanan kesehatan lain, sehingga apabila ditemukan komplikasi kehamilan dapat ditangani sejak dini dan diharapkan dapat mencegah terjadinya IUFD.
Upaya mencegah kematian janin, khususnya yang sudah atau mendekati aterm adalah bila ibu merasa gerakan janin menurun, tidak bergerak, atau gerakan janin terlalu keras, perlu dilakukan pemeriksaan ultrasonografi. Perhatikan adanya solusio plasenta. Pada gamelli dengan T+T (twin to twin transfusion) pencegahan dilakukan dengan koagulasi pembuluh anastomosis (Sarwono, 2008). (1)
DAFTAR PUSTAKA

Saifuddin, Abdul Bari. 2009. IlmuKebidanan. Jakarta: PT BinaPustakaSarwonoPrawirohardjo (1)
Cunningham, F. Gary [et.al..]. 2005. Obstetri Williams. Jakarta : EGC (2)
L., K. Varney, helen. 2006. Buku ajar asuhan kebidanan. Jakarta : EGC(3)
Dr.Rosfanty. Jurnal intra uterine fetal death. (4)
Masruroh, S.ST. Jurnal intra uterine fetal death. (5)