Rabu, 26 Desember 2012

MAKALAH EPIDEMIOLOGI TB PARU


BAB  I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Penyakit TB  paru merupakan  penyakit  menular  langsung  yang  disebabkan oleh  bakteri Mycobacterium  tuberculosis  dan  merupakan  penyakit  infeksi  kronis menular yang menjadi masalah kesehatan dan perhatian dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk  dunia  telah  terinfeksi  oleh  bakteri  ini sehingga merupakan  salah  satu  masalah  dunia.
Laporan  TBC  dunia  oleh  WHO  tahun  2006,  pernah menempatkan  Indonesia sebagai  penyumbang  terbesar  nomor  tiga  di  dunia  setelah  India  dan  Cina  dengan jumlah  kasus  baru  sekitar  539.000  jiwa  dengan  jumlah  101.000  jiwa  per  tahun. Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia menduduki peringkat ke lima di dunia setelah India,  Cina,  South  Afrika  dan  Nigeria  dengan  jumlah  prevalensi  285/100.000 penduduk,  dan  angka  kematian  telah  turun  menjadi  27/100.000  penduduk (Kemenkes,  2011  &  Nizar,  2010).  Sepertiga  dari  jumlah  tersebut  terdapat  di  sekitar
Puskesmas, pelayanan rumah sakit/klinik pemerintah dan swasta, praktik  swasta dan sisanya belum terjangkau unit pelayanan kesehatan (Depkes, 2010).
B.RUMUSAN MASALAH
1.    Apa defenisi dari TB Paru ?
2.    Apa penyebab terjadinya TB Paru ?
3.    Bagaimana  patofisiologi TB Paru ?
4.    Bagaimana epidemiologi TB Paru berdasarkan PPT ?
5.    Bagaimana penanganan TB Paru ?
C.TUJUAN
 Tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui tentang defenisi,penyebab,gejala,patofisiologi,epidemiologi dan cara penanganan TB Paru yang terjadi di lingkungan masyarakat.

BAB II
PEMBAHASAN
A.DEFINISI
          TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), Sebagain besar kuman menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain.(Dep Kes,2003)
Tuberculosis (TB) Merupakan suatu penyakit pada saluran pernafasan yang disebabkan karena adanya infeksi pulmonary oleh bakteri Mycobacterium Tuberculosis.TB Dikategorikan sebagai penyakit menular karna dapat menyebabkan kerusakan yang progresif pada jaringan paru-paru atatau bahkan kematian jika penyakit ini tidak di obati.

B.ETIOLOGI

Penyakit TBC adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA). Bakteri ini pertama kali ditemukan oleh Robert Koch pada tanggal 24 Maret 1882, sehingga untuk mengenang jasanya bakteri tersebut diberi nama baksil Koch. Bahkan, penyakit TBC pada paru-paru kadang disebut sebagai Koch Pulmonum (KP).
Bakteri Mikobakterium tuberkulosa dapat menular  lewat percikan dahak yang keluar saat batuk, bersin atau berbicara karena penularannya  melalui udara yang terhirup saat bernapas (Rachmawati,  2007).  Diperkirakan,  satu  orang  menderita  TB  paru  BTA  positif  yang tidak diobati akan menulari 10-15 orang setiap tahunnya (Aditama, 2006). 

C. GEJALA KLINIS
Gejala penyakit TBC dapat dibagi menjadi gejala umum dan gejala khusus yang timbul sesuai dengan organ yang terlibat. Gambaran secara klinis tidak terlalu khas terutama pada kasus baru, sehingga cukup sulit untuk menegakkan diagnosa secara klinik.
1. Gejala sistemik/umum
a.    Demam tidak terlalu tinggi yang berlangsung lama, biasanya dirasakan malam hari disertai keringat malam. Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul.
  1. Penurunan nafsu makan dan berat badan.
  2. Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu atau lebih (dapat disertai dengan darah).
  3. Perasaan tidak enak (malaise), lemah.
2. Gejala khusus
a.    Bila terjadi sumbatan sebagian bronkus (saluran yang menuju ke paru-paru) akibat penekanan kelenjar getah bening yang membesar, akan menimbulkan suara "mengi", suara nafas melemah yang disertai sesak.
  1. Jika ada cairan dirongga pleura (pembungkus paru-paru), dapat disertai dengan keluhan sakit dada.
Gejala-gejala tersebut di jumpai pula pada penyakit paru selain TB Paru,Oleh karena itu setiap orang yang dating ke unit pelayanan kesehatan dengan gejala tersebut diatas ,harus di anggap sebagai seoarng “suspek TB Paru” atau tersangka penderita TB Paru,dan perlu dilakukan pemeriksaan dahak secara mikroskopis.
D.PATOFISIOLOGI
            Sumber penularan TB Paru adalah penderita TB BTA positif,Pada waktu batuk/bersin,penderita menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk dropler (percikan dahak).
1.  Infeksi primer
Infeksi primer terjadi saat seseorang terpapar pertama kali dengan kuman TB Paru .Droplet yang terhirup ukurannya sangat kecil ,sehingga dapat melewati mukoliser bronkus,dan terus berjalan hingga sampai alveolus kemudian akan menetap.Infeksi di mulai saat kumanTBParu berhasil berkembangbiak dengn cara membelah diri di paru,yang mengakibatkan peradangan pada paru,dan ini di sebut komplek primer.
           Waktu terjadinya infeksi sampai pembentukan komplek primer adalah sekitar 4-6 minggu,kelanjutan setelah infeksi primer tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besranya respon daya tahan(Imunitas seluler).Pada umumnya reaksi daya tahan tubuh tersebut dapat menghentikan perkembangan kuman TB Paru.Meskipun demikian ada beberapa kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant(tidur),kadang-kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghentikan perkembangan kuman,akibatnya dalam beberapa bulan yang bersangkutan akan menjadi penderita TB Paru.Masa Inkubasi,yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai menjadi sakit diperkirakan sekitar 6 bulan .
2.    Infeksi pasca primer
TB paru pasca primer biasanya terjadi setelah beberapa bulan atau tahun sesudah infeksi primer, misanya karena daya tahan tubuh menurun akibat terinfeksi HIV atau status gizi buruk,Ciri khas dari TB Paru pasca primer adalah kerusakan paru yang luas dengan terjadinya kavitas atau efusipleura.Tanpa pengobatan setelah 5 tahun ,50 % dari penderita TB Paru akan meninggal , 25 % akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi dan 25 % sebagai kasus kronik yang tetap menular.
E. EPIDEMIOLOGI
1.  Person / Orang
a.    Umur
TB Paru Menyerang siapa saja Tua,Muda baahkan anak-anak, Sebagian besar penderita TB Paru di Negara berkembang berumur  dibawah 50 tahun.Data WHO menunjukkan bahwa kasus TB di Negara berkembang banyak terdapat pada umur produktif 15-29 tahun,Sejalan dengan penelitian Rizkiyani (2008) yang menunjukkan jumlah penderita baru TB Paru positif 87,6% berasal dari usia produktif (15-54 tahun) sedangkan 12,4 % terjadi pada usia lanjut (≤ 55 tahun).

b.    Jenis Kelamin
Penyakit TB Paru menyerang orang dewasa dan anak-anak,laki-laki dan perempuan.TB Menyerang sebagian besar wanita pada usia produktif.Serupa dengan WHO yang menunjukkan lebih dari 900 juta wanita di seluruh dunia tertular oleh kuman TB dan satu juta di antaranya meninggal setiap tahun.
c.    Status Gizi
Status nutrisi merupakan salah satu factor yang menetukan fungsi seluruh system tubuh termasuk system imun.Sistem kekebalan dibutuhkan manusia untuk memproteksi tubuh terutama mencegah terjadinya infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme .
Bila daya tahan tubuh sedang rendah,kuman TB Mudah masuk ke dalam tubuh.kuman ini akan berkumpul dalam paru-paru kemudian berkembang biak,Tapi orang yang terinfeksi Kuman TB Paru belum tentu menderita TB paru,Tergantung daya tahan tubuh.bila daya tahan tubuh kuat maka kuman akan terus tertidur di dalam tubuh (dormant)dan tidak berkembang menjadi penyakt namun apabila daya tahan tubuh lemah makan kuman TB akan berkembang menjadi penyakit.penyakit TB Lebih dominan terjadi pada masyarakat yang status gizi rendah karna system imun yang lemah sehingga memudahkan kuman TB Masuk dan berkembang biak.
d.    Tingkah Laku
Faktor  perilaku  juga  berpengaruh  pada  kesembuhan  dan  bagaimana  mencegah  untuk  tidak terinfeksi dan tidak menyebarkan bakteri Mycobacterium tuberculosis. Dimulai dari  perilaku  hidup  sehat  dengan  tidak  meludah  sembarangan,  menutup  mulut
menggunakan  sapu  tangan  atau  tissue  apabila  batuk  atau  bersin  sebagai  upaya pencegahan  dini  penyakit  TB  paru.  Sebagaimana  hasil  penelitian  Putra  (2011), mengatakan bahwa perilaku mempunyai hubungan yang signifikan terhadap kejadian
penyakit TB paru yang lebih banyak di derita oleh mereka yang tidak bisa berprilaku sehat.

       2.    Place / tempat
a.    Lingkungan
TB paru merupakan salah satu penyakit berbasis lingkungan yang di tularkan melalui udara.Keadaan berbagai lingkungan yang dapat mempengaruhi penyebaran TBC salah satunya adalah lingkungan yang kumuh,kotor .Penderita TB Paru lebih banyak terdapat pada masyarakat yang menetap pada lingkungan yang kumuh dan kotor.
b.    Kondisi Sosial Ekonomi
Sebagai Penderita TB Paru adalah dari kalangan Miskin.Data WHO yang menyatakan bahwa angka kematian akibat TB sebagai besar berada di Negara berkembang yang relative miskin

c.    Wilayah
resiko mendapatkan infeksi dan berkembangnya klinis penyakit TB Paru bergantung pada keberadaan infeksi dalam masyarakat misalnya Imigran dari daerah prevalensi tinggi TB, Ras yang beresiko tinggi dan kelompok etnis minorias(misal Afrika,Amerika,Amerika Indian,Asli Alaska,Asia,Kepulauan Pasifik dan Hispanik)

        3.    Time / Waktu
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja,dimana saja dan Kapan saja tanpa mengenal waktu,Apabila Kuman telah masuk ke dalam tubuh maka pada saat itu kuman akan berkembang biak dan  berpotensi untuk terjadinya penyakit TB Paru.
F. PENANGANAN
      1.    Pencegahan
a.    Mengurangi kontak dengan penderita penyakit TB Paru aktif
b.    Menjaga standar hidup yang baik dengan makanan bergizi,limgkungan yang sehat dan rajin berolahraga
c.    Pemberian Vaksin BCG (Untuk mencegah kasus TBC yang lebih berat ) Vaksin ini secara rutin diberikan pada semua balita.
      2.    Pengobatan
Pengobatan TB di berikan dalam 2 tahap yaitu :
a.    Tahap awal (intensif) selama 2-3 bulan
Pada tahap intensif pasien mendapat obat setiap hari dan perlu diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya resistensi obat.Bila pengobatan tahap intensif tersebut diberikan secara tepat ,biasanya pasien menular menjadi tidak menular dalam kurun waktu 2 minggu.Sebagian besar pasien TB BTA Positif menjadi BTA negative (konvensi).
b.    Tahap Lanjutan selama 4-7 bulan
Pada tahap lanjutan pasien mendapat jenis obat lebih sedikit yang diminum 3X seminggu,namun dalam jangka waktu yang lama.Tahap lanjutan penting untuk membunuh kuman persister sehingga mencegah terjadinya kekambuhan.
Banyak kombinasi obat anti TB (OAT) yang biasa dipakai, demikian juga masa pengobatannya Minimal 6 bulan.Kemasan OAT :
a.    Obat tunggal,Obat disajikan secara terpisah, masing-masing INH, Rifampisin, PirazinamiddanEtambutol.
b.    Obat kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination –FDC), Kombinasi dosis tetap ini terdiri dari3 atau4 obat dalam satu tablet.

BAB III
PENUTUP
          A.   KESIMPULAN
TB Paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB (Mycobacterium tuberculosis), Sebagain besar kuman menyerang paru tetapi dapat juga mengenai organ tubuh lain. Dengan gejala Kadang-kadang serangan demam seperti influenza dan bersifat hilang timbul,Penurunan nafsu makan dan berat badan,Batuk-batuk selama lebih dari 3 minggu atau lebih (dapat disertai dengan darah).sesak dan keluhan sakit dada.
Jika tidak di obati dengan segera penderita TB Paru akan meninggal , atau akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh tinggi atau dengan kasus kronik yang tetap menular.

       B.   SARAN
Setelah membaca makalah ini penulis menyarankan agar pembaca dapat memahami tentang gejala,penyebab serta penularan penyakit TB Paru sehingga dapat mencegah terjadinya penularan penyakit TB Paru serta dapat membantu memanimalisir jumlah penderita TB Paru di Indonesi.



DAFTAR PUSTAKA
Ai Yeyeh Rukiyah,Lia Yulianti,2010,Asuhan Kebidanan 4 (Patologi), CV.Trans Info Media Jakarta .
Nugraheny,Esti. 2010. Asuhan Kebidanan Patologi,Pustaka Rihama,Yogyakarta.
Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan Di Indonesia,   Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2011
Pdf Created With Pdffactory Pro Trial Version Www.Pdffactory.Com

MAKALAH EPIDEMIOLOGI LEPTOSPIROSIS


BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Perkembangan epidemiologi menggambarkan secara spesifik peran lingkungan dalam terjadinya penyakit dan wabah. Bahwasanya lingkungan berpengaruh pada terjadinya penyakit sudah sejak lama diperkirakan orang.
Dewasa ini berbagai masalah kesehatan yang timbul dalam masyarakat terutama disebabkan karena keadaan kesehatan lingkungan yang kurang atau tidak memenuhi syarat disamping factor perilaku hidup sehat yang belum memasyarakat.
Menurut Blum, factor lingkungan mempunyai pengaruh yang paling besar terhadap kesehatan manusia dibandingkan dengan factor perilaku, pelayanan kesehatan, dan keturunan. Lingkungan yang sehat diartikan sebagai lingkungan yang konduktif bagi terwujudnya keadaan sehat, yaitu lingkungan bebas polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, perumahan dan pemukiman sehat, perencanaan kawasan berwawasan lingkungan dan kehidupan mayarakat yang saling tolong menolong.
Berbagai penyakit yang timbul di masyarakat sebenarnya merupakan suatu indicator dari baik buruknya kondisi lingkungan, sebagai contoh yaitu: leptospirosis.
Untuk itu, makalah ini akan mebahas lebih jauh mengenai leptospirosis

B.   RUMUSAN MASALAH
1.    Apakah yang dimaksud dengan Leptospirosis?
2.    Apakah yang menjadi penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis?
3.    Bagaimanakah tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis?
4.    Bagaimanakah patofisiologi penyakit Leptospirosis?
5.    Bagaimanakah epidemiologi penyakit Leptospirosis?
6.    Bagaimanakah penanganan penyakit Leptospirosis?

C.   TUJUAN PENULISAN
1.    Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan Leptospirosis
2.    Untuk mengetahui penyebab terjadinya penyakit Leptospirosis
3. Untuk mengetahui tanda dan gejala pada individu yang terkena penyakit Leptospirosis
4.    Untuk mengetahui patofisiologi penyakit Leptospirosis
5.    Untuk mengetahui epidemiologi penyakit Leptospirosis
6.    Untuk mengetahui penanganan penyakit Leptospirosis
                                                               BAB II
PEMBAHASAN
1.  DEFENISI
Leptospirosis adalah penyakit zoonosis yang menginfeksi manusia dan hewan. Nama lain dari penyakit ini adalah swineherd’s, demam pesawah (rice-field fever), demam lumpur, jaundis berdarah, penyakit stuttgant, atau demam canicola. Ada juga yang menyebut demam Icterohemorrhage sehingga biasa juga disebut penyakit kuning non-virus.

2.ETIOLOGI
Bakteri Leptospira sebagai penyebab Leptospirosis berbentuk spiral termasuk ke dalam Ordo  pirochaetales dalam family Trepanometaceae. Lebih dari 170 serotipe leptospira yang patogen telah diidentifikasi dan hampir setengahnya terdapat di Indonesia. Bentuk spiral dengan pilinan yang rapat dan ujung-ujungnya yang bengkok, seperti kait dari bakteri Leptospria menyebabkan gerakan leptospira sangat aktif, baik gerakan berputar sepanjang sumbunya, maju mundur, maupun melengkung, karena ukurannya yang sangat kecil.
Leptospira menyukai tinggal dipermukaan air dalam waktu lama dan siap menginfeksi calon korbanya apabila kontak dengannya, karena itu Leptospirosis sering pula disebut sebagai penyakit yang timbul dari air (water born deseasei). 
Menurut DHARMOJONO (2001) bakteri ini berbentuk benang  berplintiran (filament) yang ujungnya seperti kait, berukura panjang 6-20 mikrometer dan diameter 0,1-0,2 mikrometer. Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis  Bakteri ini dapat bergerak maju mundur memutar sepanjang sumbunya.
 Leptospira peka terhadap asam dan dapat hidup di dalam air tawar selama kurang lebih satu bulan, tetapi dalam air laut, air selokan dan air kemih yang tidak diencerkan akan cepat mati. Hewan-hewan yang menjadi sumber penularan Leptospirosis ialah tikus, babi, sapi, kambing, domba, kuda, anjing, kucing, serangga, burung, insektivora (landak, kelelawar, tupai), sedangkan rubah dapat menjadi karier leptospira (WIDARSO  et al, 2005).
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama leptospirosis karena bertindak sebagia inang alami dan memiliki daya reproduksi tinggi. beberapa hewan lain yang juga merupakan sumber penularan leptospira memiliki potensi penularan ke manusia tidak sebesar tikus.
Leptospirosis tersebar baik di Indonesia maupun di luar negeri. Di Indonesia Leptospirosis ditemukan antara lain di propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumtera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Barat

3.    TANDA DAN GEJALA
Gejala dan tanda yang timbul tergantung kepada berat ringannya infeksi, maka gejala dan tanda klinik dapat berat, agak berat atau ringan saja. penderita mampu segera mambentuk antibodi (zat kekebalan). Sehingga mampu menghadapi bakteri Leptispira, bahkan penderita dapat menjadi sembuh. Menurut WIDARSO, gejala klinis dari  Leptospirosis pada manusia  bisa dibedakan menjadi tiga stadium, yaitu:
3.1.Stadium pertama 
3.1.1  Demam, menggigil
3.1.2  Sakit kepala
3.1.3  Malaise dan Muntah
3.1.4  Konjungtivis serta kemerahan pada mata
3.1.5  Rasa nyeri pada otot terutama otot betis dan punggung. Gejala-gejala tersebut akan tampak antara 4-9 hari.
3.2.    Stadium kedua
3.2.1      Pada stadium ini biasanya telah terbentuk antibodi di dalam tubuh penderita
3.2.2      Gejala-gejala yang tampak pada stadium ini lebih bervariasi dibanding pada stadium pertama antara lain ikterus (kekuningan)
3.2.3      Apabila demam dan gejala-gejala lain timbul lagi, besar kemungkinan akan terjadi meningitis
3.2.4      Biasanya stadium ini terjadi antara minggu kedua dan keempat Stadium ketiga
3.3.Stadium Ketiga
Menurut beberapa klinikus, penyakit ini juga dapat menunjukkan gejala klinis pada stadium ketiga (konvalesen phase). Komplikasi Leptospirosis dapat menimbulkan gejala-gejala berikut :
3.3.1.    Pada ginjal,renal failure yang dapat menyebabkan kematian
3.3.2.    Pada mata, konjungtiva yang tertutup menggambarkan fase septisemi yang erat hubungannya dengan keadaan fotobia dan konjungtiva hemorrhagic
3.3.3.    Pada hati,  jaundice (kekuningan) yang terjadi pada hari keempat dan keenam dengan adanya pembesaran hati dan konsistensi lunak
3.3.4.    Pada jantung, aritmia, dilatasi jantung dan kegagalan jantung yangd apat menyebabkan kematian mendadak
3.3.5.    Pada paru-paru,  hemorhagic pneumonitis dengan batuk darah, nyeri dada, respiratory distress dan cyanosis
3.3.6.    Perdarahan karena adanya kerusakan pembuluh darah (vascular damage) dari saluran pernapasan, saluran pencernaan, ginjal dan saluran genitalia
3.3.7.    Infeksi pada kehamilan menyebabkan abortus, lahir mati, premature dan kecacatan pada bayi.
Sedangkan pada hewan ternak ruminansia dan babi yang hamil, gejala abortus, pedet lahir mati atau lemah sering muncul pada kasus leptospirosis . Pada sapi,muncul demam dan penurunan produksi susu sedangkan pada babi, sering muncul gangguan reproduksi .
Pada kuda, terjadi keratitis, conjunctivitis,iridocyclitis, jaundice sampai abortus. Sedangkan pada anjing, infeksi leptospirosis sering bersifat subklinik; gejala klinis yang muncul sangat umum seperti demam, muntah, jaundice.
Gejala klinis leptospirosis pada sapi dapat bervariasi mulai dari yang ringan, infeksi yang tidak tampak, sampai infeksi akut yang dapat mengakibatkan kematian . Infeksi akut paling sering terjadi pada pedet/sapi muda. 
4.      PATOFISIOLOGI
4.1.  Pre Patogenesis
Infeksi oleh Leptospira umumnya didapat karena kontak kulit atau selaput lendir (mucous membrane) misalnya, konjuktiva (mata) karena kecipratan selaput lendir vagina atau lecet-lecet kulit dengan urin atau cemaran oleh keluaran urogenitalis lainnya atau mengkonsumsi makanan atau minuman yang tercemar oleh bakteri tersebut. Apabila hewan korban terinfeksi bakteri Leptospira ini, maka segeralah mikroorganisme ini merasuk ke dalam jaringan tubuh penderita.
4.2.  Patogenesis
Masuknya kuman Leptospirosis pada tubuh hospes melalui selaput lendir, luka-luka lecet maupun melalui kulit menjadi lebih lunak karena terkena air. Kemudian, kuman akan dibawa ke berbagai bagian tubuh dan memperbanyak diri terutama di dalam hati, ginjal, kelenjar mamae dan selaput otak. Kuman tersebut dapat ditemukan di dalam atau di luar sel-sel jaringan yang terkena. Pada beberapa tingkatan penyakit dapat ditemukan Lokakarya Nasional Penyakit Zoonosis   156fase leptospiremia, yang biasanya terjadi pada minggu pertama setelah infeksi.
4.3.  Pasca patogenesis
 Pada proses infeksi yang berkepanjangan reaksi imunologik yang timbul dapat memperburuk keadaan hingga kerusakan jaringan makin parah. Leptospira hidup dengan baik didalam tubulus kontortus ginjal. Kemungkinan kuman tersebut akan dibebaskan melalui air kemih untuk jangka waktu yang lama. Kematian terjadi karena septimia, anemia hemolitika, kerusakan hati karena terjadinya uremia. keparahan penderita bervariasi tergantung pada umur serta servoar leptospira penyebab infeksi.
5.EPIDEMIOLOGI
5.1.  PERSON (ORANG)
5.1.1    Umur
Penyakit leptospirosis jarang terjadi pada bayi dan anak remaja karena kenyataannya mereka paling sedikit terpapar. Penyakit ini lebih sering ditemukan pada usia dewasa diakibatkan pekerjaannya yang lebih banyak terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi.
5.1.2  Jenis kelamin
Laki-laki memiliki resiko yang lebih besar untuk terinfeksi leptospirosis. Hal ini diakibatkan karena laki-laki memiliki pekerjaan yang lebih terpapar oleh hewan yang terinfeksi dan lingkungan yang terkontaminasi. Sebagian besar kasus terjadi pada laki-laki usia pertengahan, mungkin usia ini adalah faktor resiko tinggi tertular penyakit ini. Laki-laki memiliki risiko terkena leptospirosis sebesar 3,59 kali dibandingkan perempuan.
5.1.3  Pekerjaan
Berdasarkan hasil penelitian, petani dan peternak lebih memiliki resiko yang besar untuk terpapar penyakit ini. Ini disebabkan penderita leptospirosis waktu menggunakan sumber air bersih untuk pertanian telah tercemar dengan bakteri leptospirosis atau perilaku kebiasaan membersihkan kaki, tangan, dan tubuh lainnya tidak menggunakan sabun setelah kontak dengan air yang tergenang dan telah terkontaminasi dengan bakteri leptospirosis.
Menurut Simanjuntak (2002) leptospirosis disebut juga penyakit pekerjaan, karena sering menyerang petani, pekerja pembersih selokan, pemburu bebek liar, para dokter hewan, pekerjaan rumah potong, pekerja perkebunan, dan para wisatawan pendaki gunung.
5.2.  PLACE (TEMPAT)
Di negara subtropik, infeksi leptospira jarang ditemukan, iklim yang sesuai untuk perkembangan leptospira adalah udara yang hangat, tanah yang basah dan pH alkalis. Keadaan yang demikian dapat dijumpai di Negara tropik sepanjang tahun. Di negara beriklim tropik, kejadian leptospirosis lebih banyak 1000 kali dibandingkan dengan negara subtropik dengan risiko penyakit lebih berat. Angka insiden leptospirosis di negara tropik basah 5- 20/100.000 penduduk per tahun. Leptospirosis tersebar di seluruh dunia termasuk Indonesia.
Di Indonesia leptospirosis tersebar antara lain di Propinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Lampung, Sumatera Selatan, Bengkulu, Riau, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Bali, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Kalimantan Barat. Menurut teori Faisal, bakteri leptospira mampu bertahan hidup lama pada air tergenang seperti di kolam renang, di lubuk sungai dan di tanah lembab, tanah rawa dan lumpur di pertambangan dan pertanian/perkebunan.
5.3.  TIME (WAKTU)
Pada musim penghujan, peluang terjadinya banjir akan lebih besar sehingga frekuensi penyakit leptospirosis tidak sulit untuk ditemukan. Hujan deras akan membantu penyebaran peyakit ini. Karena kondisi lingkungan yang banjir akan mempercepat proses penularan bakteri leptospira melalui air. Kemampuan leptospira untuk bergerak dengan cepat dalam air menjadi salah satu factor penentu utama ia dapat menginfeksi induk semang (host) yang baru.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian lama surutnya banjir juga memberikan peluang pada bakteri leptospira untuk menginfeksi manusia. Hal ini sesuai pendapat Gindo (2008) yang menyebutkan bahwa kecenderungan jumlah penderita leptospirosis meningkat setelah banjir terlebih lama surutnya air sampai 3 hari atau lebih. Pada pasca banjir perlu diwaspadai terutama sehabis membersihkan sisa-sisa banjir atau mencebur air genangan tanpa alas kaki, air genangan tersebut telah tercemar air kencing binatang terutama tikus yang mengandung bakteri leptospira yang merupakan sumber penularan.

6.  PENANGANAN
6.1.    PENGOBATAN
Cara  mengobati penderita Leptospirosis yang dianjurkan adalah sebagai berikut :
     Pemberian suntikan  Benzyl (crystal) Penisilin akan efektif jika secara dini pada hari ke 4-5 sejak mulai sakit atau sebelum terjadi  jaundice dengan dosis 6-8 megaunit secara 1.v, yang dapat secra bertahap selama 5-7 hari
     Selain cara diatas, kombinasi crystalline dan  procaine penicillin dengan jumlah yang sama dapat diberikan setiap hari dengan dosis 4-5 megaunit secara i.m, separuh dosis dapat Diberikan selama 5-6 hari. Procaine penicillin 1,5 megaunit i.m, dapat diberikan secara kontinue selama 2 hari setelah terjadi albuminuria
     Penderita yang alergi terhadap penicilline dapat diberikan antibiotik lain yaitu  etracycline atau Erythromycine, tetapi kedua antibiotik tersebut kurang efektif dibanding Penicilline. Tetracycline tidak dapat diberikan jika penderita mengalami gagal ginjal. Tetracycline dapat diberikan secepatnya dengan dosis 250 mg setiap 8 jam i.m atau i.v selama 24 jam, kemudian 250-500 mg setiap 6 jam secara oral selama 6 hari. Erythromycine diberikan dengan dosis 250 mg setiap 6 jam selama 5 hari.

Terapi dengan antibiotika (streptomisin,khlortetrasiklin, atau oksitetrasiklin), apabila dilakukan pada awal perjalanan penyakit biasanya berhasil. Pemberian  (oksitetrasiklin, atau oksitetrasiklin) apabila dilakukan pada awal perjalanan penyakit, banyak berhasil.  Pemberian oksitetrasiklin dengan dosis 10 mg/kg bb selam lima hari pada ternak  babi penderita Leptospirosis, dapat memberikan kesembuhan cukup baik yaitu 86%. Pemberian per-oral dengan mencampurkan  oksitetrasiklin dengan dosis 500-1000 gr ke dalam setiap makanannya selam 14 hari berturut-turut dapat menghilangkan keadaan sebagai pembawa penyakit  pada ternak babi 94%.

6.2.PENCEGAHAN LEPTOSPIROSIS

Menurut WIDARSO  pencegahan Leptospirosis dapat dilakukan dengan cara:
     Pendidikan kesehatan mengenai bahaya serta cara menular penyakit, berperan dalam upaya pencegahan penyakit Leptospirosis
     Usaha-usaha lain yang dapat dianjurkan antara lain mencuci kaki, tangan serta bagian tubuh lainnya dengan sabun setelah bekerja di sawah
     Pembersihan tempat-tempat air dan kolam-kolam renang sangat membantu dalam usaha mencegah penyakit Leptospirosis
     Melindungi pekerja-pekerja yang dalam pekerjaannya mempunyai resiko yang tinggi terhadap Leptospirosis dengan penggunaan sepatu bot dan sarung tangan
     Vaksinasi terhadap hewan-hewan peliharaan dan hewan ternak dengan vaskin strain lokal
     Mengisolasi hewan-hewan sakit guna melindungi masyarakat, rumah-rumah penduduk serta daerah-daerah wisata dari urine hewan-hewan tersebut
     Pengamatan terhadap hewan  rodent yang ada disekitar penduduk, terutama di desa dengan melakukan penangkapan tikus untuk diperiksa terhadap kuman Leptospirosis
     Kewaspadaan terhadap Leptospirosis pada keadaan banjir
     Pemberantasan rodent (tikus) dengan peracunan atau cara-cara lain
BAB III
PENUTUP

·      SIMPULAN
Leptospirosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri dari genus Leptospira yang patogen . Penyakit ini merupakan zoonosis, tersebar luas di seluruh dunia terutama di daerah tropis termasuk Indonesia . Titik sentral pcnyebab leptospirosis adalah urin hewan terinfeksi Leptospira yang mencemari lingkungan . Gejala klinis penyakit ini sangat bervariasi dari ringan hingga berat bahkan dapat menyebabkan kematian penderitanya .
 Upaya mengisolasi dan mengidentifikasi Leptospira sangat memakan waktu . Diagnosis leptospirosis yang utama dilakukan secara serologis . Uji serologis merupakan uji standar untuk konfirmasi diagnosis, menentukan prevalensi dan studi epidemiologi . Vaksinasi pada hewan merupakan salah satu cara pengendalian leptospirosis .Pengembangan vaksin untuk hewan masih terus dilakukan di Indonesia untuk memperoleh vaksin multivalen yang efektif karena Leptospira terdiri dari banyak serovar ..
·      SARAN

Pencegahan/ pengendalian leptospirosis dapat dilakukan dengan cara memutus siklus penularan melalui pengobatan dan vaksinasi bagi ternak atau hewan kesayangan ; mengurangi populasi tikus dan meningkatkan sanitasi lingkungan . Dalam upaya pencegahan leptospirosis pada manusia memerlukan aktivitas terintegrasi antara dokter hewan dan dokter, dan peningkatan pengetahuan serta pemahaman masyarakat tentang bahaya leptospirosis . Penggunaan vaksin yang sesuai dikombinasikan dengan perbaikan sanitasi lingkungan merupakan upaya pengendalian leptospirosis pada hewan di masa datang.

DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/Leptospirosis
Dr Widodo Judarwanto SpA.(2006). Penyakit leptospirosis pada manusia http://indonesiaindonesia.com/f/13740-penyakit-leptospirosis-manusia/
Priyanto, A, (2006). Faktor-Faktor Risiko Yang Berpengaruh Terhadap Kejadian Leptospirosis.dari http://eprints.undip.ac.id/6320/1/Agus_Priyanto.pdf.